Rabu, 13 Oktober 2010

Depresi dan Reformasi Diri

Depresi

   Apa yang menyebabkan kita sampai menderita depresi? Sejauh depresi itu diartikan sebagai sebuah kondisi batin yang tertekan dalam waktu panjang (stress berkelanjutan) dan mengakibatkan hilangnya harapan hidup, makna hidup, motivasi berprestasi, dan kepercayaan-diri (losing mood and confidence), tentu saja sebab-sebabnya banyak. Namanya juga orang hidup. Realitas kehidupan ini terkadang lebih kejam dari kekejaman yang sanggup kita bayangkan.
   Secara garis besar kita bisa mengatakan bahwa depresi bisa terjadi di "stimulasi" oleh keadaan eksternal yang berubah ke arah yang lebih buruk dan itu di luar kontrol kita. Mengapa di “stimulasiâ€� ? Perlu digarisbawahi di sini, bahwa kondisi emosi - psikologis masing-masing orang turut menentukan apakah sesuatu itu dapat menyebabkan depresi, sejauh mana tingkat depresinya serta seberapa besar kemampuan orang itu untuk mengatasi masalah (hingga tidak sampai depresi) - atau, seberapa besar kemampuan orang itu untuk mengatasi depresinya.
   Katakanlah di sini misalnya kematian orang-orang tercinta atau bencana alam yang menyisakan kenangan-kenangan traumatik. Bila ini berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan kita kehilangan mood, kehilangan gairah untuk melangkah, kehilangan kepercayaan diri, maka trauma itu berubah menjadi depresi. Kita kehilangan daya tarik untuk menjadikan hidup kita menjadi lebih hidup dan kehilangan semangat untuk menjalankan aktivitas positif.

   Depresi juga bisa muncul akibat perlakuan orang lain yang buruk pada kita. Seorang karyawan akan merasa tertekan apabila mendapati kondisi kerja dan gaya manajemen di tempat kerja yang menekan (stressful). Jika dia sudah berusaha untuk mencari pekerjaan lain ke mana-mana namun belum mendapatkan dan ditambah lagi dengan cara yang tidak kreatif dalam menghadapi realitas semacam itu, mungkin saja si karyawan itu akan terkena depresi. Depresi bisa tumbuh dari stress kerja yang berlangsung lama.

   Depresi bisa juga terjadi pada seseorang setelah dianiaya orang lain, misalnya pemerkosaan atau kekerasan rumah tangga. Peristiwa buruk itu akan membuka kemungkinan terhadap depresi. Atau juga bisa terjadi pada orang yang sehabis terkena kebijakan PHK. Kehilangan pekerjaan dapat membuat kita stress (kehilangan status, kehilangan sumber penghasilan, dst) dan bila kita sudah mencari pengganti pekerjaan itu kemana-mana dan ternyata belum membuahkan hasil, stress itu akan berubah menjadi depresi. Depresi di sini adalah tekanan batin yang serius ditandai dengan kesedihan dan kekosongan (feeelings of sadness or emptiness).
   Depresi juga muncul karena ulah kita sendiri. Ulah di sini ada yang berbentuk penyimpangan / pelanggaran atau ada yang berbentuk pengabaian. Hampir seluruh tindak penyimpangan atau pelanggaran atas apa yang benar di dunia ini dalam skala / ukuran yang besar, umumnya akan melahirkan konsekuensi yang "uncontrollable". Bila konsekuensi buruk itu terjadi dan merembet kemana-mana dan semuanya menjadi pilihan buruk buat kita, ini juga bisa menimbulkan depresi. Karena itu banyak penderita NAPZA yang berkesimpulan bahwa kesembuhannya itu berkat mukjizat. Ini karena sedemikian sulitnya membayangkan bagaiman melepaskan diri dari ketergantungan dan dari konsekuensi buruk lainnya yang terkait dengan itu.

   Demikian juga dengan pengabaian. Pengabaian terhadap diri sendiri, misalnya punya potensi tetapi tidak dikembangkan, punya pekerjaan tetapi tidak disyukuri (dijadikan lahan untuk meningkatkan diri), punya resource tetapi tidak digunakan, dan lain-lain, ini juga bisa menimbulkan depresi. Jadi, bukan pengabaiannya yang menyebabkan depresi tetapi konsekuensi pengabaian itulah yang membuat orang menjadi depresi. Kita mulai merasa tidak ada artinya bagi diri sendiri dan orang lain. Ketika perasaan ini terus menggunung, ya lama kelamaan akan menimbulkan depresi. Karena itu ada pendapat ahli yang menyatakan bahwa depresi bisa saja terjadi tanpa harus didahului peristiwa buruk yang tragis dan dramatik. Problem personal yang kecil-kecil namun diabaikan bisa saja akan mengundang depresi..


Hindari Tujuh Hal

   Meski kita ingin segera dapat mengatasi depresi, tetapi tak jarang kita malah mempraktekkan hal-hal yang memperparah depresi itu. Ini antara lain bisa dijabarkan sebagai berikut:
1. Hanya mencari-cari tip, saran atau tehnik yang jitu untuk mengatasi depresi. Tip dari buku,         saran dan tehnik dari orang lain itu sangat kita butuhkan tetapi posisinya di sini bukan sebagai     penentu, melainkan sebagai pembantu (bantuan. Kita membutuhkan semua itu tetapi tidak         boleh mengandalkan pada semuanya. Artinya, tip dan saran itu akan berguna ketika kita               dalam keadaan sedang berusaha untuk mengatasi depresi dan tidak berguna kalau kita duduk      dan diam saja.
2. Tidak percaya, menolak atau skeptis terhadap saran, pendapat atau bantuan orang lain. Ini          adalah bentuk padanan yang ekstrim dari yang pertama. Menutup diri, menutup-nutupi,              melecehkan semua orang atau menjauhi orang kerapkali justru akan membuat kita semakin â      €˜depressed’ dengan keadaan kita.
3.  Hanya menyalahkan keadaan atau orang. Mungkin saja yang membuat kita depresi itu adalah      dunia ini yang telalu kejam atau orang lain. Tetapi akan malah berbahaya kalau yang kita              ingat dan yang kita lakukan adalah hanya mengutuk dunia dan mengutuk orang lain. Harus          ada inisiatif dari dalam diri kita untuk mengobati diri sendiri.
4. Kurang kreatif dalam menemukan cara atau terlalu "taat" pada rutinitas yang biasa-biasa. Ini      juga bisa membuat depresi itu makin mendalam. Ada saran agar kita membagi aktivitas                 menjadi tiga:
             >  aktivitas positif yang wajib
             >  aktivitas yang untuk fun atau pleasurable, dan
             >  aktivitas yang untuk menabur kebajikan pada orang lain seperti membantu atau                             menyambung hubungan.
5. Membiarkan munculnya definisi diri negatif, misalnya saja: saya sudah tidak punya apa-apa          lagi, saya muak melihat diri saya, hidup saya sudah hancur dan tidak bisa diperbaiki lagi, dan        seterusnya. Ini adalah definisi atau kesimpulan atau label tentang diri sendiri yang kita buat        sendiri. Jika ini terus berlanjut akan mempersulit upaya recovery.
6. Menolak realitas dengan cara yang merugikan. Realitas itu kalau ditolak dengan tujuan                 menolak yang asal menolak (denial), ini akan memperparah pertengkaran yang membuat             depresi itu makin mencengkeram. Tetapi bila kita terima dengan pasrah dan kalah (larut dan       hanyut), ini juga tidak menyembuhkan. Yang diharapkan adalah menerima untuk                           memperbaiki. Seperti yang ditulis Dr. Felice Leonardo Buscaglia, "Trauma yang abadi di               adalah      penderitaan yang tidak diikuti dengan perbaikan".
7. Menganut paham perfeksionis yang tidak rasional. Dari pengalaman sejumlah ahli dalam              menangai penderita depresi, konon yang menghambat upaya recovery adalah ketika seseorang     berpikir bahwa dia harus bebas dari depresi seketika itu dan langsung, tidak usah repot-repot.    Mengatasi depresi butuh proses yang berkelanjutan, dan jika kita menolak proses itu bukan           malah cepat tetapi malah semakin lama.

   Tujuh hal di atas dapat kita gunakan untuk menjelaskan realitas di mana ada orang yang semakin buruk langkahnya, makin buruk hubungannya dan makin buruk caranya dalam menghadapi hidup saat depresi. Anda mungkin punya teman, keluarga atau tetangga yang malah semakin tertutup, semakin tidak persuasif, semakin tidak bijak, semakin sempit, semakin tertutup dan sejumlah "semakin" yang negatif lainnya.
 
   Tetapi ada juga sekelompok orang yang mulai menunjukkan bukti-bukti perbaikan diri, perbaikan hubungan dan perbaikan cara dalam menghadapi realitas. Semakin jelas langkah yang ditempuh, semakin open dan bijak, semakin bisa memilih orang, semakin ramah, semakin soleh hidupnya, dan seterusnya. Sebisa mungkin kita perlu berjuang untuk menjadi manusia kelompok kedua.

Agenda Reformasi
Secara umum, agenda reformasi itu bisa kita buat berdasarkan poin-poin berikut ini:


1. Membangun citra diri positif
    Citra diri berasal dari bagaimana kita menyimpulkan diri sendiri atau beropini tentang diri           sendiri. Yang positif membuahkan citra positif. Untuk membangun yang positif ini diperlukan       tiga hal:
        >  Anda perlu menciptkan definisi, opini atau kesimpulan yang positif
        >  Anda perlu melawan munculnya opini, definisi atau kesimpulan negatif dengan cara                        menghentikan, mengganti atau membatalkan
        > Anda perlu menciptakan alasan-alasan faktual, bukti nyata untuk mendukung kesimpulan             positif yang Anda ciptakan

     Sedikit tentang alasan faktual itu, saya ingin memberi contoh misalnya saja Anda                             berkesimpulan bahwa hidup Anda memang masih bermakna (untuk diri sendiri dan untuk            orang lain). Kesimpulan ini lebih positif ketimbang Anda punya kesimpulan yang sebaliknya.       Tetapi jika yang Anda lakukan hanya sebatas merasa atau menyimpulkan (tanpa diiringi               dengan perbuatan dan hasil atau pembuktian bertahap), lama kelamaan kesimpulan Anda ini       akan kalah oleh fakta yang ada tentang diri Anda. Jangan pernah berpikir bahwa perbaikan         diri itu bisa ditempuh dengan cara tidak melakukan sesuatu. Forget it.

2. Menjalankan agenda perbaikan berkelanjutan yang realistis

   Kesalahan kita saat terkena depresi adalah: kita hanya merasakan bagaimana depresi itu tetapi kurang berpikir tentang apa saja yang masih bisa kita lakukan untuk memperbaiki diri di masa depan. Kita tenggelam ke dalam masa lalu yang buruk dan lupa meng-imajinasi-kan masa depan yang lebih bagus. Padahal, masa lalu itu sudah tidak bisa diubah. Padahal, masa depan itu masih "open" buat kita. Agar ini tidak terjadi, Anda boleh memilih agenda perbaikan di bawah ini:
    > Anda merencanakan program atau jadwal tentang apa yang perlu anda lakukan dan apa               yang perlu Anda hindari agar hidup Anda menjadi lebih bagus di hari esok berdasarkan                  keadaan Anda.
   > Anda mencanangkan target yang benar-benar ingin Anda raih sebagai bukti adanya                        perbaikan dalam diri Anda, misalnya mendapatkan pekerjaan, mendapatkan orang yang                lebih bagus, mendapatkan tempat yang lebih bagus, dan seterusnya.
    > Anda merumuskan tujuan jangka pendek atau panjang yang ingin Anda wujudkan, seperti            misalnya menyelesaikan kuliah, meningkatkan penguasaan bidang, menambah pengetahuan        atau skill, dan lain-lain

   Tiga hal di atas perlu dilakukan dengan catatan harus realistis: bisa dilakukan dari mulai hari ini, dengan menggunakan sumber daya yang sudah ada, dan dari lokasi hidup di mana Anda saat ini berada. Hindari membuat program atau target yang “mengkhayalâ€� atau hanya berfantasi atau terlalu tinggi sehingga tidak bisa dilakukan dan tidak bisa diraih.

3. Menggunakan ketidakpuasan

   Saat depresi, pasti kita tidak puas dengan hidup kita. Ini bisa positif dan bisa negatif, tergantung bagaimana kita menggunakan. Bagaimana supaya bisa positif? Salah satu caranya adalah dengan menggunakan ketidakpuasan itu sebagai dorongan / motivasi unntuk melakukan sesuatu (menjalankan program, meraih target atau tujuan). Anda bisa menggunakan ketidakpuasan atas masa lalu dan hari ini sebagai pemacu untuk memperbaiki atau mengubah hari esok. Jika PHK telah membuat Anda depresi, jadikan itu sebagai motivasi untuk memperluas jaringan, memperbaiki skill, membangun karakter yang lebih positif, dan seterusnya. Ini jauh lebih positif ketimbang kita hanya merasakan depresi, mengasihani diri sendiri dan menyalahkan orang lain.

4. Memperbaiki / memperluas hubungan

Wilayah hubungan yang perlu diperbaiki adalah:
    > hubungan dengan diri sendiri: control diri, meditasi, dialog diri, dll.
    > hubungan dengan orang lain dan
    > hubungan dengan Tuhan (meningkatkan iman).

   Memperbaiki hubungan dengan diri sendiri akan membuat kita cepat mengontrol atau menarik diri dari keadaan yang tidak menguntungkan kita. Kalau kita sadar bahwa kita sedang depresi dan sadar bahwa kita harus segera mengambil tindakan, tentunya ini akan beda persoalannya.

   Memperbaiki hubungan dengan manusia akan membantu usaha yang kita lakukan dalam mengatasi depresi. Kita tetap harus ingat bahwa manusia itu bisa digolongkan menjadi dua:
    > ada manusia yang menjadi sumber depresi buat kita, dan
    > ada manusia yang menjadi bantuan solusi atas depresi.

   Yang kita butuhkan (sebanyak-banyaknya) adalah manusia kelompok kedua. Jangan sampai kita menjauhi semua manusia, trauma kepada semua manusia, atau tidak percaya pada semua manusia.

   Bagaimana memperbaiki hubungan dengan Tuhan? Ada banyak cara untuk memperbaikinya, antara lain:
     > meningkatkan iman
     > menjalankan ajaran agama yang kita pilih (formal dan non-formal) sampai benar-benar kita         merasa dan meyakini ada semacam “kebersamaanâ€�. Kebersamaan di sini bukan                kebersamaan yang "halusinasi" (tidak berdasar dan tidak berefek), tetapi kebersamaan               yang mendorong kita untuk melakukan hal positif dan menghindari hal negatif. Kebersamaan        seperti ini akan memperkuat dan mencerahkan.

5. Mengganti paham "perfection" menjadi "excellence"

   Dengan bahasa yang sederhana dapat dijelaskan bahwa perfection adalah menuntut kesempurnaan (dari orang lain, dari diri sendiri dan dari dunia ini). Sementara, excellence adalah mengusahakan kesempurnaan secara bertahap, perbaikan berkelanjutan. Perfection lebih dekat pada keyakinan yang tidak rasional. Keyakinan seperti ini lebih mudah terkena depresi pada saat kita ingin mengatasi depresi, misalnya saja kita tidak mau gagal lagi (kemungkinan untuk gagal itu selalu ada), kita anti toleransi terhadap kelemahan orang lain (semua orang punya kelemahan), dan seterusnya.

   Menurut Susan Dunn, MA, (When Perfect Isn't Good Enough, www.selfgrowth.com, perfeksionis dapat mengakibatkan hal-hal buruk yang antara lain adalah:
        > dapat mengantarkan kita pada isolasi diri
        > dapat mengantarkan kita menjadi orang yang takut menghadapi resiko hidup
       > dapat mengantarkan kita pada kesulitan dalam membuat keputusan atau sasaran hidup                 yang tepat
        > dapat mengantarkan kita pada kesalahan dalam menilai diri (overestimate)
         > dapat mengantarkan kita menjadi orang kerdil yang sulit mempercayai orang lain.