Sabtu, 08 Januari 2011

MATAHARI SEBAGAI PUSAT TATA SURYA (HELIOSENTRIS)

  1. PENGERTIAN HELIOSENTRIS DARI SUDUT ASTRONOMI
 
Fenomena Heliosentris dan Geosentris sebenarnya masih menjadi perbincangan yang cukup serius di kalangan kita, beberapa diantara kita meyakini bahwa teori Heliosentris adalah teori yang mendekati kebenaran, sementara beberapa yang lainpun meyakini hal serupa bahwa teori Geosentris adalah teori yang mendekati kebenaran.
 
Tanpa merasa diri paling benar dalam mengungkapkan tentang teori yang mana yang paling benar, penulis mencoba menguraikan teori Heliosentris dilihat dari sudut Astronomis. Tentu sangat tidak mudah membuktikannya bahwa bumi berputar mengelilingi matahari.
Ternyata dari pengamatan astronomi menunjukkan bahwa memang Bumi yang mengitari Matahari. sekarang bagaimana membuktikannya? Satu-satu-nya cara membuktikan fenomena langit adalah melalui ilmu astronomi, yaitu ketika pengamatan dilakukan pada benda-benda langit lalu memberikan penjelasan ilmiah tentang apa yang sebenar-nya terjadi disana.
Bukti pertama, adalah yang ditemukan oleh James Bradley (1725). Bradley menemukan adanya aberasi bintang.
APAKAH ABERASI BINTANG ITU?
Secara sederhana proses aberasi bintang dapat diilustrasikan sebagai berikut : saat hari sedang hujan, cobalah kita berdiri di tengah-tengah air hujan tersebut dengan demikian kita akan merasakan air hujan jatuh tepat di kepala kita dengan kondisi vertikal/tegak lurus dengan kepala kita. Selanjutnya jika kita menggunakan payung dengan posisi masih berdiri di tengah-tengah hujan, maka bagian muka dan belakang kepala kita tidak akan terciprat air hujan. Kemudian kita mulai berjalan maju ke depan, perlahan-lahan dan semakin cepat berjalan, maka kita akan merasakan seolah-olah air hujan yang jatuh tadi, malah membelok dan menciprati muka kita. Untuk menghindari cipratan air hujan ke muka kita, maka kita cenderung mencondongkan payung ke muka.
Dari ilustrasi ini kita bisa menyimpulkan, sebenarnya air hujan tetap jatuh tegak lurus dengan kepala kita, namun karena kita bergerak relatif ke depan, maka seolah-olah yang terjadi adalah air hujan itu membelok dan menciprati muka kita.
Demikian halnya dengan fenomena aberasi bintang, sebagaimana ilustrasi di atas, sebetulnya posisi bintang selalu tetap pada suatu titik di langit, tetapi dari pengamatan astronomi, ditemukan bahwa posisi bintang seolah-olah mengalami pergeseran dari titik awalnya, meskipun pergeserannya tidak terlalu besar, tetapi hal ini cukup untuk menunjukkan bahwa memang sebenarnya bumi yang bergerak.
Mari kita perhatikan gambar 1.

 
 
 
 
 
 
Dari ilustrasi yang diberikan di atas, aberasi terjadi jika pengamat adalah orang yang berdiri ditengah hujan itu , dan arah cahaya bintang adalah arah jatuhnya air hujan. Selanjutnya pengamat bergerak lurus ke depan, tegak lurus arah jatuhnya hujan. N menyatakan posisi bintang, O posisi pengamat di Bumi. Arah sebenarnya bintang relatif terhadap pengamat adalah ON, sedangkan jaraknya tergantung pada kecepatan cahaya.
Kemudian Bumi bergerak pada arah OO’ dengan arah garis tersebut merepresentasikan lajunya. Ternyata dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa bintang berada pada garis ON’ padahal sebenarnya berada pada garis ON, dengan NN’ paralel dan sama dengan OO’. Dengan demikian posisi tampak bintang seolah-olah bergeser dari posisi sebenarnya dengan sudut yang dibentuk antara NON’.
Jika memang Bumi tidak bergerak, maka untuk setiap waktu, sudut NON’ adalah 0°, tetapi dalam kenyataannya sudut NON’ tidak nol. Hal ini adalah bukti yang pertama yang menyatakan bahwa memang bumi bergerak.
Bukti kedua adalah paralaks bintang.
APAKAH PARALAKS BINTANG ITU?
Ilustrasi sederhana untuk memahami dari efek paralaks bintang dapat kita lakukan sebagai berikut.
Cobalah letakkan telunjuk kita dengan posisi berdiri tepat berada di depan wajah kita dan tempelkan di hidung, kemudian kita coba melihat telunjuk kita dengan menggunakan mata kita (kiri dan kanan) secara bergantian (ketika melihat dengan mata kiri, mata kanan kita pejamkan, begitupun sebaliknya). Apa yang akan terjadi?
Kita akan melihat bahwa posisi telunjuk bergeser terhadap objek di belakangnya. Pergeseran inilah yang dinamakan dengan paralaks.
Para astronom, menggunakan metode (efek paralaks) ini untuk menghitung
jarak ke bintang dengan menghitung sudut antara garis-garis pandang bintang, yang diamati di dua tempat yang berbeda.
Metode perhitungan ini pertama kali dilakukan oleh Bessel (1838). Paralaks bintang bisa terjadi jika posisi suatu bintang yang jauh, seolah-olah tampak ‘bergerak’ terhadap suatu bintang yang lebih dekat. (Perhatikan gambar 2). Fenomena ini hanya bisa terjadi, karena adanya perubahan posisi dari Bintang akibat pergerakan Bumi terhadap Matahari.
Perubahan posisi ini membentuk sudut p, jika kita mengambil posisi ujung-ujung saat Bumi mengelilingi Matahari. Sudut paralaks dinyatakan dengan (p), merupakan setengah pergeseran paralaktik bilamana bintang diamati dari dua posisi paling ekstrim.
 
 
 
Perhatikan Gambar 2.
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Bagaimana kita bisa menjelaskan fenomena ini? Hal ini hanya bisa dijelaskan jika Bumi mengelilingi Matahari dan bukan sebaliknya
 
Bukti ketiga adalah adanya efek Doppler.

APAKAH EFEK DOPPLER ITU?
Ilustrasi untuk memahami efek Doppler dapat Penulis kemukakan sebagai berikut :
Jika kita berdiri di suatu tempat, tiba-tiba sebuah mobil ambulance atau patroli polisi bergerak mendekati kita sambil membunyikan sirine, kita akan mendengar nada bunyi sirine tersebut semakin dekat semakin tinggi. Kemudian jika ambulan/patroli polisi tersebut bergerak dan menjauhi kita, nada bunyi sirine yang terdengar akan semakin lama semakin rendah (sampai akhirnya hilang).
Dari ilustrasi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa jika sumber bunyi (dalam hal ini adalah mobil ambulance atau patroli polisi) dan pengamat atau pendengar “bergerak relatif” satu sama lain (menjauhi atau mendekati) maka frekuensi yang ditangkap oleh pengamat tidak sama dengan frekuensi yang dipancarkan oleh sumber bunyi.
Bergerak relatif maksudnya adalah apakah karena pengamatnya yang bergerak atau sumber bunyinya yang bergerak.
Sebagaimana yang telah diperkenalkan oleh Newton, bahwa ternyata cahaya bisa dipecah menjadi komponen me-ji-ku-hi-bi-ni-u (merah-jingga-kuning-hijau-biru-nila dan ungu), maka pengetahuan tentang cahaya bintang, menjadi sumber informasi yang valid tentang bagaimana sidik jari bintang. Ternyata pengamatan-pengamatan astronomi menunjukkan bahwa banyak perilaku bintang menunjukkan banyak obyek-obyek langit mempunyai sidik jari yang tidak berada pada tempatnya. Bagaimana mungkin? Penjelasannya diberikan oleh Christian Johann Doppler
(1842), bahwa jika suatu sumber informasi ‘bergerak’ (informasi ini bisa suara, atau sumber optis), maka terjadi ‘perubahan’ informasi.
Demikian juga pada sumber cahaya, jika sumber cahaya mendekat maka gelombang cahaya yang teramati menjadi lebih biru, kebalikannya akan menjadi lebih merah. Ketika bumi bergerak mendekati bintang, maka bintang menjadi lebih biru, dan ketika menjauhi menjadi lebih merah.
Disuatu ketika, pengamatan bintang menunjukkan adanya pergeseran merah, tetapi di saat yang lain, bintang tersebut mengalami pergeseran Biru. Jadi bagaimana menjelaskannya? Ini menjadi bukti yang tidak bisa dibantah, bahwa ternyata bumi yang bergerak (bolak-balik – karena mengelilingi Matahari), mempunyai kecepatan, relatif terhadap bintang dan tidak diam saja.
Dengan demikian ada tiga bukti yang mendukung bahwa memang bumi bergerak mengelilingi matahari, dari aberasi (perubahan kecil pada posisi bintang karena laju bumi), paralaks (perubahan posisi bintang karena perubahan posisi bumi) dan efek Doppler (perubahan warna bintang karena laju bumi).
Tentu saja bukti-bukti ini adalah bukti-bukti ILMIAH, dimana semua pemaknaan, pemahaman dan perumusannya mempergunakan semua kaidah-kaidah ilmiah, masuk akal dan mengandung kebenaran ilmiah.
 
 
 
 
 
 
  1. PENGERTIAN HELIOSENTRIS DARI SUDUT SAINS QUR’AN
 
Marilah kita perhatikan lagi Q.S. Yusuf (12) ayat 4 berikut ini :

 

 
 
(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya : “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas benda angkasa yang terdiri dari “kaukab” (planet), matahari dan bintang, kulihat semuanya bersujud kepadaku”
 
Firman Allah swt dalam Q.S. Yusuf ayat 4 tersebut di atas, menyebutkan syamsa/matahari setelah kata kaukaban dan sebelum qomar (bulan) atau diletakkan diantara kata “kaukab/planet” dan “qomar/bulan“. Allah swt sengaja mengurutkannya demikian. Hal ini mengisyaratkan bahwa matahari berada di (tengah) pusat tata surya.
 
Sebenarnya bisa saja Allah swt menyebutkan kata syamsa/matahari di awal atau di akhir yang penting maksudnya sama. Namun Allah swt sepertinya menyengaja mengurutkan benda-benda tersebut secara urut : kaukaban – wasy syamsa – walqomaro agar kita sebagai hamba Allah, dapat mengambil pelajaran dari sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya.
Sekali lagi, ini adalah bentuk kesengajaan dari Allah swt dan bukan sebuah kebetulan.
 
Manusia adalah mahluk yang sengaja diciptakan Allah swt agar dapat memaksimalkan seluruh kemampuan fikiran dan daya nalarnya, beda dengan mahluk Allah swt yang lainnya. Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, mempunyai dan dibekali dengan berbagai kemampuan yang diberikan Allah swt agar mampu mengemban misi sebagai khalifah tersebut.
 
Banyak sekali tanda-tanda kekuasaan Allah swt baik yang tersurat maupun yang tersirat yang membutuhkan kemampuan dan daya nalar yang tinggi dari kita sebagai hamba-Nya. Semua itu tentunya tidak dimaksudkan untuk mempersulit manusia, namun sebagai bahan ujian, sehingga akan menambah keyakinan dan keimanan kita kepada Allah swt.
 
 
 
 
Sama seperti yang Allah swt sampaikan di dalam Q.S. Adz Dzariat ayat 56 :

 

 
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah/ beribadah kepada-Ku. (56)

Kata (jinna) mendahului kata (insa), hal ini menyatakan bahwa jin memang secara historis diciptakan Allah swt lebih dahulu daripada manusia. Meskipun kita lihat secara makna jika susunannya kita balik (insa wal jinna) tidak akan merubah kalimat tersebut secara makna, namun sekali lagi Allah swt ingin menginformasikan segala sesuatunya dengan sangat jelas, sehingga kita bisa belajar segala sesuatu hal dengan benar dan pasti.
 
Terlepas dari penafsiran Penulis, semoga saja hal ini dapat menjadikan salah satu referensi kepada kita semua.
 
Dengan demikian Allah swt ingin menginformasikan maksud dari Q.S. Yusuf ayat (4) ini bahwa matahari adalah pusat dari tata surya kita.
 
Subhanallah, pelajaran ini yang hampir saja luput dari pengetahuan kita. Kita bahkan sangat membanggakan ilmuwan barat yang menyatakan bahwa matahari adalah pusat tata surya kita.
 
Jadi pernyataan / teori tentang heliosentris sudah dikemukakan oleh Yusuf beberapa abad sebelum diungkapkan oleh Cofernicus atau ilmuwan barat lainnya seperti Kepler, Galileo Galilei dan Isack Newton